Ekspektasi apa yang terlintas di kepala kita jika mendengar seseorang yang menyandang profesi sebagai insinyur? Kaya, mapan, keren, tangguh, serta idaman calon mertua. Tentu cap ini melekat pada diri seorang insinyur. Mulai dari proses perkuliahan yang bisa dibilang sulit, prospek kerja yang baik dan iming-iming penghasilan yang tinggi menjadikan gambaran orang-orang terhadap seorang insinyur begitu diidamkan dengan berlebihan. Mengapa begitu? Ada banyak faktor yang mempengaruhinya, pertama karena orang indonesia sangat suka dengan kabar yang menyenangkan, hasil penelitian dari national geographic ini mencari tahu mengapa orang indonesia gampang dibodohi, kedua, karena watak materialis yang membuat orang-orang hanya memandang uang sebagai nilai dalam hidup, maka dari itu stigma ini terus menyebar dan kini melekat dalam perspektif orang indonesia terhadap profesi insinyur, hal ini telah dibahas oleh Mochtar Lubis dalam bukunya yang berjudul Manusia Indonesia yang membahas karakter-karakter manusia indonesia, salah satu karakter orang indonesia menurut Mochtar Lubis adalah karakter artistik yang mana hanya menilai sesuatu dari sisi artistiknya. Kedua alasan ini mungkin cukup untuk menjadi tesis tentang stigma yang melekat pada seorang insinyur.
Memang benar bahwa profesi insinyur bukan capaian yang mudah, proses pendidikan yang tak mudah, dimana tiap harinya harus mempertaruhkan waktu dan tenaga, menyelami teori dan rumus yang rumit, menjalani kehidupan yang tak normal, menghadapi dosen yang killer hingga usaha meraih nilai bagus begitu sulit sampai akhirnya lulus dengan perayaan yang meriah oleh sesama teman sejawat seperti diarak dengan drum band dan perayaan unik lainnya menjadikan status ini sebagai sebuah pencapaian istimewa dan tak biasa. Setelah lulus, lapangan pekerjaan terbuka luas untuk lulusan insinyur menjadi incaran banyak perusahaan ternama hingga tawaran untuk mendapatkan upah yang tinggi menjadi nilai lebih bagi para insinyur. Bukankah ini menjadi tawaran akan masa depan yang cerah, bahagia dan sejahtera? Bisa saja seperti itu, tapi entahlah hanya takdir dan usaha yang bisa menjawab. Namun seperti inilah sedikit gambaran mengenai profesi ini.
Di era pembangunan dan industrialisasi seperti sekarang ini, peran insinyur memang sangat dibutuhkan dalam mencapai kemajuan dan persaingan global antar negara, ilmu-ilmu yang didapatkan pada saat menjalani pendidikan seketika menjadi kunci pada era ini, kemampuan untuk memproyeksikan infrastruktur, tata kota, tata lingkungan, teknologi industri untuk menuju ke masa depan agar dapat berdiri sejajar dengan negara-negara maju menjadi alasan mengapa posisi insinyur sangat berperan penting pada tiap era dalam periode perjalanan dunia. Namun jika kita melihat dari sisi lain, kita mestinya bertanya tentang bagaimana cara dunia bekerja dalam memberdayakan para insinyur, ini adalah sebuah hubungan kontraprestasi atau hubungan timbal balik yang memberi untung antara dua pihak. sekiranya dalam konteks ini, kita mestinya kembali bertanya bahwa siapa yang lebih untung, siapa yang hanya untung, dan siapa yang dirugikan. Apakah dunia, apakah insinyur, ataukah warga dunia.
Bagaimana dunia bekerja
Bumi hanyalah sebatas bentangan alam yang tumbuh liar mengikuti alur takdirnya, tanaman menjalar, binatang berkeliaran, air melimpah, tanah yang subur dan udara yang segar menjadi gambaran bumi yang lestari, tetapi itu hanyalah sebuah gambaran dan hanya bisa sebatas dibayangkan. Pada realitanya bumi harus beriringan dengan dunia, dunia hadir dengan membawa konteks sosial dan budaya, keduanya harus berjalan melintasi perkembangan peradaban. Dunia tercipta karena adanya manusia, dunia berkembang karena adanya pembangunan, dan dunia bisa berjalan karena adanya sistem pemerintahan, ketiga komposisi tersebut menjadi trilogi yang akan menciptakan relasi dalam terciptanya suatu tatanan dunia. Bermacam ideologi dan pemikiran masuk menggerogoti otak para penghuni bumi, hal ini menurut Antonio Gramsci adalah sebuah upaya Hegemoni atau mempengaruhi otak orang lain menggunakan penanaman nilai yang diyakininya, cara ini tidak lain dan tidak bukan adalah upaya untuk mencapai kekuasaan atas suatu komunitas ataupun negara agar dapat mengontrol penuh roda pemerintahan. Kembali ke profesi insinyur, seorang yang berkuasa akan bebas memerintah semua ahli dalam bidang tertentu untuk melaksanakan apa yang diinginkan melalui otoritas yang dimilikinya. Dalam konteks ini, profesi insinyur akan digunakan sebagai alat yang dapat memenuhi hasrat penguasa untuk melancarkan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan tempat teritori kekuasaannya. Mungkin ini sedikit gambaran tentang bagaimana dunia bekerja
“Hidup sungguh sangat sederhana, yang hebat hanya penafsirannya” – Pramoedya Ananta Toer.
Mengapa Pembangunan?
Dalam suatu negara, pembangunan menjadi aspek penting dalam memenuhi kebutuhan primer penghuninya, tidak sebatas itu, pembangunan juga menjadi parameter kesuksesan bagi sebuah negara dalam mempertontonkan citranya di khalayak dunia. Hal ini tentunya sah-sah saja dan memang dibutuhkan dalam konteks bernegara. Berbicara tentang pembangunan juga berbicara tentang aspek sosial, ekonomi politik, dan ekologi, mengapa demikian? Dalam proses pembangunan, aspek sosial menjadi kunci utama untuk menentukan tujuan pembangunan itu sendiri, pembangunan yang baik akan memperhatikan kebutuhan dalam konteks sosial. Membangun berarti menaruh sesuatu di atas tanah, yang artinya hubungan ekologi sangat kuat dalam pembangunan, entah dalam bentuk dampak dan kebermanfaatan, pembangunan yang baik adalah membangun dengan memperhatikan konteks alam. Membangun berarti juga membutuhkan dana yang besar untuk merealisasikannya, maka dari itu keseimbangan ekonomi menjadi sangat penting dalam melancarkan pembangunan. Itulah sedikit gambaran bagaimana proses pembangunan itu seharusnya berjalan. Kita mestinya kembali bertanya mengapa ada pembangunan? Mari kita lihat dari perspektif lain, siapa yang bisa memerintahkan pembangunan? Tentunya penguasa, penguasalah yang memiliki otoritas penuh dalam mengontrol pembangunan melalui kaki tangannya. Seorang penguasa adalah hasil dari produk politik, maka tak heran jika seluruh aspek dapat dipolitisasi dalam rangka mempertahankan kekuasaan. Dalam konteks pembangunan, politisasi sangat mungkin terjadi dengan berbagai alasan seperti mengejar citra baik untuk merebut hati rakyat, mengakumulasi kekayaan melalui proses pendanaan, dan memenuhi kepentingan para elite. Semua alasan ini dibungkus dengan label pembangunan. Cara seperti inilah yang membuat pembangunan menuju kehancuran. Pada faktanya, ada berapa banyak alam yang dirusak akibat pembangunan, ada berapa banyak tanah yang digusur akibat pembangunan, ada berapa hak masyarakat yang direnggut akibat pembangunan, ada berapa banyak kerugian ekonomi yang harus di tanggung rakyat akibat pembangunan dan tidak perlu data untuk membuktikan hal ini, cukup dengan merasakan apa yang terjadi.
Bagaimana dengan Insinyur?
Memang benar bahwa insinyur lah sebagai pemeran utama dalam pembangunan, anggapan ini benar sepenuhnya sebagai syarat pembangunan, namun ini adalah bentuk tanggung jawab profesi dan pendidikan seorang insinyur. Apakah pembangunan adalah kehendak seorang insinyur, tentunya tidak, ada orang-orang yang memberdayakan insinyur sebagai alat pembangunan yang hanya cukup diberi upah. Praktik lain diluar konteks insinyur akan dikontrol oleh pemegang otoritas dan lagi-lagi insinyur hanyalah mengikuti kehendak sang pemilik otoritas. Praktik -praktik kotor kerap terjadi dalam proses pembangunan seperti manipulasi pengadaan, konflik kepentingan, kongkalikong, upaya korupsi dan berbagai praktik kotor lainnya terus terjadi dalam proses ini dan insinyur hanya akan dituntut untuk melaksanakan tugasnya dengan integritas penuh. Memang benar kalau perputaran uang menjadi hal yang terus diperbincangkan orang-orang dalam pembangunan, mengingat proses pembangunan membutuhkan dana yang tak sedikit dan berpotensi untuk dimanipulasi . Namun seorang insinyur tetap manusia yang mempunyai hati nurani dan status insinyur hanyalah sebuah tanggung jawab profesi. Bergelut di alam pembangunan mendekatkan profesi ini sebagai profesi yang dekat dengan ancaman yang kadang terbentur dengan hati nurani dan norma sosial. Tak semua insinyur berada dalam zona aman di tengah situasi pembangunan yang ganas, profesi ini akan membawa pada kebimbangan yang dihadapkan pada realitas yang dimana hati nurani akan diuji. Beralih sedikit dari konteks pembangunan, apakah kita pernah melihat berapa banyak biaya yang harus digelontorkan menjalani pendidikan menjadi seorang insinyur? Data membuktikan bahwa di beberapa negara biaya pendidikan yang berkaitan dengan insinyur berada pada jajaran disiplin ilmu termahal, jika dikaitkan dengan konsep pendidikan yang membebaskan, hal ini sungguh timpang untuk dicapai oleh semua kalangan. Lalu bagaimana daya saing insinyur di pasar global? Beberapa negara memang menghargai profesi ini, namun khususnya di indonesia, beberapa hak perlindungan terkait profesi ini belum bisa dipenuhi seperti; belum adanya aturan yang secara tegas mengatur sumber daya insinyur yang artinya banyak praktik yang dilakukan oleh orang yang mampu menjalankan tugas insinyur tanpa harus menjalani proses menjadi insinyur. Secara legal profesi insinyur memang memiliki sertifikasi tetapi pada fakta lapangannya sertifikasi tidak lagi menjadi pertimbangan dalam menjalankan praktik. Kurikulum pendidikan juga menjadi alat untuk mencetak sumber daya lulusan hanyalah menjadi sebuah mesin pekerja yang terus menerus mengikuti arus pembangunan yang di kontrol oleh sistem yang telah diatur. Kemajuan teknologi juga hampir menjadi ancaman pada era sekarang, dimana segala informasi dapat dengan mudah didapatkan, khususnya dalam hal ini teknologi AI juga menjadi ancaman dalam pengambilalihan profesi insinyur perancang dengan memberikan gambaran secara komprehensif dengan satu sentuhan keywords yang akan diolah oleh sistem AI, hal ini akan berpengaruh ke masa depan profesi.
Selamat datang di era sekarang, dimana semua ditentukan oleh sistem dimana pemikiran alternatif kadang dibatasi, dimana kebebasan berekspresi kadang diabaikan dan pemikiran kritis yang kian ditenggelamkan.
Semoga coretan tangan saya mampu menjadi antitesis akan stigma yang selama ini melekat pada profesi insinyur.
Penulis: Achmad Fauzan Mahdi
Ilustrator: Bisma Adhi Kurniawan