Manuskrip September Hitam

September terasa tampak mencolok dari nama-nama bulan lainnya. Begitu hitam kelam, menuai duka mendalam, dan berdarah bagi umat manusia. Manusia dengan rasa kemanusiaan yang masih ada dan jika masih punya. Tragedi-tragedi yang mengiris sendi-sendi rasa empati dan cemas dikemudian hari. Pengulangan yang berulang dengan rentetan kasus yang tidak akan pernah selesai. Tentang kejahatan masa lalu, masa kini dan masa mendatang. Kuncinya ialah keadilan dan keabsahan pada penegakan hak asasi manusia seadil-adilnya. Terlepas dari itu, di Indonesia sebagai negara, sebagai penyelenggara HAM, sudah seharus memenuhi dan melindungi  hak masyarakat sepenuhnya secara penuh dalam proses dan implementasi HAM. Namun negara bisa saja ingkar dari janjinya untuk memenuhi HAM. Negara bisa saja dikuasai individu serta kelompok yang tidak ramah dengan pemenuhan HAM untuk tujuan dan kepentingan tertentu. 

Rangkaian peristiwa dan tragedi yang terjadi dari tahun ke tahun yang belum terselesaikan hingga detik ini. Kekuasaan yang dibangun atas pertumpahan darah manusia. Perbuatan-perbuatan yang menghalalkan segala macam cara, berbagai macam cara. Serta serangkaian perilaku dengan pendekatan yang kotor dan bengis.  Pertumpahan darah dikalangan masyarakat sipil, kecil, rentan, dan tertindas. Pertumpahan darah di kalangan aktivis, pejuang HAM dan pejuang lingkungan. Dan orang-orang pemberani yang menyematkan perbedaan atas pandangan politiknya, orang-orang yang berjuang melawan ketidakadilan dan orang-orang yang menentang kemunafikan serta kerakusan penguasa.

Penembakan demi penembakan. Pembunuhan-pembunuhan yang terencana.  Penculikan demi penculikan dan penghilangan paksa. Rudapaksa dan penjarahan hak terhadap etnis tertentu. Pembungkaman media massa dan kebebasan berpendapat. Intimidasi gerakan sosial, lingkungan dan kemanusiaan. Diskriminasi terhadap gender dan kelompok rentan. Stigmatisasi terhadap ras, suku dan golongan. Kemudian lahirnya produk-produk hukum yang subversif sebagai alat kekuasan sekaligus pencekik leher barisan oposisi kekuasaan di massa lalu dan kekuasaan hari ini.

Hari-hari di bulan September tahun ini begitu renggang dalam tabiat baik pemenuhan HAM. Hubungan ini sangat erat dengan hadirnya kalangan oligarki ditingkat institusi penegak hukum, institusi pendidikan,  institusi  sosial, institusi kemasyarakatan, institusi kelompok sosial, institusi kesehatan, institusi legislatif, intitusi yudikatif, dan institusi eksekutif negara yang semakin mengancam keadilan sosial masyarakat Indonesia. Pada praktiknya penyelesaian konflik yang dilebur menjadi janji penguasa terhadap upaya penyelesaian peristiwa dan tragedi HAM yang sayangnya hanya seperti permainan lempar kelereng. Mengambil kelereng kemudian melemparnya. Mengambil lagi dan melemparnya kembali. Mengambil lagi dan melempar kembali lagi. Proses analogi yang lahir dari logika penguasa yang tidak pernah serius dalam upaya penyelesaian peristiwa dan tragedi HAM. Kelerengnya merupakan pelanggaran HAM lalu penguasa melakukan permaianan dalam menyelesaikan masalah ini. Permainan yang tidak pernah selesai dimainkan. Upaya penyelesaian peristiwa dan tragedi HAM yang merupakan main-main saja. September Hitam merupakan refleksi dari penghayatan permaian kelereng ini. Permainan kelereng yang tidak pernah usai karena hanya semata-mata hanya bermain-main dalam upaya-upaya penyelesaiannya.

58 tahun lalu, di tahun 1965-1966 sejak peristiwa pembunuhan massal atau genosida terhadap orang-orang yang dituduh, tertuduh sebagai anggota dan simpatisan, maupun yang terlibat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Saat genosida terjadi yang dilakukan dalam serangkaian operasi militer di berbagai macam penjuru. Justifikasi genosida pada propaganda yang dilakukan Orde Baru memiliki peran penting bagi khalayak militer saat itu. Peristiwa ini tidak hanya melibatkan milisi militer namun masyarakat yang telah termakan propaganda terhadap PKI. Kesaksian-kesaksian para eksil yang selamat dari tragedi tahun-tahun G30S atau Gerakan 30 September 1965-1966.

Mengancam eksil yang berada diluar maupun di dalam negeri. Cerita di Aceh, Medan, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Madiun bahakan kota-kota  dipenjuru Indonesia. Selain itu pembunuhan Munir Said Thalib belum nampak titik terangnya. Tim pencari fakta bentukan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mencanangkan dokumen fakta kasus Munir tidak kunjung  terbuka untuk publik sampai detik ini. Dua priode presiden Jokowi nampaknya tidak mampu menyelesaikan kasus pembunuhan Munir. September juga merekam tragedi berdarah yang terjadi di Tanjung Priok  1984 yang menewaskan 400 orang dan 160 lainnya ditangkap tanpa sebab oleh milter yang bertugas.  Tak hanya itu pada masa awal pemerintahan presiden Habibie penolakan pada Sidang Istimewa MPR tentang Penanggulangan Keeadaan Bahaya dengan terkaitnya dwifungsi ABRI saat itu yang berujung pada tewasnya seorang mahasiswa dan 16 lainya merupakan warga sipil serta terdapa 217 korban luka-luka. Dua peristiwa ini akibat superioritas dari aparat militer yang melakukan aksi represi besar-besaran terhadap pendemo untuk membela kepentingannya. 

Ada juga tragedi Reformasi Dikorupsi pada tahun September 2019, Disusul oleh  kekerasan iklim pembangunan era presiden Jokowi yang terjadi baru-baru ini di tahun 2023 ini yang terjadi di Rempang sehingga menimbulkan puluhan pelajar, perempuan, dan orangtua menjadi korban kericuhan akibat represifitas dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Serta tahun sebelumnya di 2022 tercata terdapat 135 nyawa yang hilang akibat kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian di Malang saat menyaksikan pertandingan sepakbola di Stadion Kanjuruhan. Sedangkan di Seruyan Kalimantan Tengah tepatnya di Desa Bangkal penolakan atas ekspansi bisnis kelapa sawit dengan satu orang yang tewas dan puluhan luka-luka.

Catatan yang terangkum pada bulan September kesekian ini sudah berlangsung bertahun-tahun hingga kini telah menjadi anomali besar dalam deretan luka kemanusiaan di Indonesia. Penegakan HAM berat yang merujuk pada cacat logika, cacat hukum, cacat janji, cacat moral,  dan cacat humanis pada periode kekuasaan dalam menyelesaikan satu persatu persoalaan sosial dengan metode pendekatan kekerasaan dalam kepemimpinan kekuasaan. Aparat, entah itu dari kepolisian maupun militer sudah seharusnya tugasnya rekonstuksi besar-besaran dan sebenah-benahnya dalam tujuan dan gagasannya dalam pengamanan masyarakat. Dengan menumbuhkan aspek humanis pada hak asasi manusia yang mengayomi dan melayani sepenuhnya untuk masyarakat bukan untuk menjadi alat kekuasaan dan pemodal. Pendekatan kekerasan pada praktiknya tidak akan menumbuhkan penyelesaian pada masalah sehingga hanya melahirkan dendam dan kemarahan dari waktu ke waktu, dari hari ke hari, dari tahun ke tahun, dan dari generasi ke generasi. September digenerasi berikutnya harus mampu mewujudkan itu, mewujudkan penyelesaian dan pembenahan pada praktik kekuasaan yang tamak, yang rakus, dan yang kasar. September berikutnya harus melahirkan generasi-generasi yang memilki rasa kemanusiaan yang dapat berkomitmen dalam menghormati dan menjaga satu sama lain. Karena tanpa sebab, bukan suatu hal yang  kebetulan, pembukaan Undang-undang dasar harus segera ditumbuhkan dalam hati. Cita-cita terbentuknya Indonesia setelah merdeka dalam hakikatnya. Merdeka negaranya, merdeka bangsanya.

Barangkali lupa, pembukaan itu harus membuka segala hal dalam perbuatan dan perilaku generasi yang lahir di September yang akan datang. Pembukaan itu berbunyi: ‘’Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia’’.

Artinya kemerdekaan yang dicita-citaka itu dan dinanti-nantikan  di September sebelum, saat ini, dan yang akan datang ialah Kemerdekaan atas kehidupan yang berlandaskan aspek kemanusiaan yang hakiki tanpa kekerasan dan penindasan. 

Narasi: Zain N. Haiqal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *