Memahami Natshir: Bung Besar Sederhana Menjadi Tunas Tauladan Pendidikan Hari ini

“Untuk mencapai sesuatu harus diperjuangkan dulu. Seperti mengambil buah kelapa, dan tidak menunggu saja seperti jatuh durian yang telah masak.”- Moh.Natsir

Moh Natshir dan Gedung Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII

Natshir merupakan sosok yang patut dikenang dalam bingkai besar sebagai Man Of The Last Decadenya Indonesia. Ia tidak tampil sebagai sosok yang heroik seperti tokoh-tokoh kemerdekaan lain dalam sesi Agresi Militer Belanda I dan atau yang ke II, Orde Baru dan Orde Lama. Berdasarkan kisah-kisah dan penuturan langsung kerabat, manuskrip perjalanan serta media-media yang merangkum Natshir merupakan sosok yang sangat lembut, jujur, toleran, teguh pendirian, tajam dan bersahaja dalam kiprahnya di pra-kemerdekaan, pasca-kemerdekaan, politik, pendidikan, dan pemikir peradaban Islam di Indonesia.

Kesederhanannya bukan main-main, secara tidak langsung ia dapat menggerakkan dan menginspirasi tokoh-tokoh seperti Sjahrir (Mantan Perdana Menteri Indonesia), Anwar Ibrahim (Perdana Menteri Malaysia,  periode 2022 – kini)  Ali Sadikin (Mantan Gubernur Jakarta, periode 1945 – 1966),  Yusril Izra Mahendra (Mantan Menteri Sekretaris Negara Indonesia, periode 2004 – 2007), dan Amien Rais (Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, periode 1999 – 2004) dengan cara tanpa memaksa, bumbu drama-drama kisah romansa, dan akhir yang selalu di luar interpretasi yang biasa.

Natshir dilahirkan di Alahan Panjang, Sumatra Barat, pada 17 Juli  1908. Ia mendapatkan gelar Datuk Sinaro Panjang semasa hidupnya. Natshir mengawali perjalanannya setelah pindah dari Padang menuju Bandung untuk menganyam ilmu pendidikan, memperdalam ilmu agama islam, dan berpolitik. Ia sempat menjadi guru setelah pendidikannya selesai di MULO/Meer Uitgebreid Lager Onderwijs pada masa kolonial Belanda, saat ini setara dengan Sekolah Menengah Pertama. Ia mengajar agama karena pada masanya sekolah umum benar-benar tidak mengajarkan ilmu agama meskipun saat itu ia mempunyai gelar Meester in de Rechten (Mr.) pada bidang ilmu hukum. Inilah sebab muasal ketika Natshir mulai mendirikan Lembaga Pendidikan Islam/PENDIS. Melalui PENDIS, Natshir berusaha menyatukan pendidikan umum dengan pendidikan nilai-nilai dan ajaran islam. Selain itu PENDIS juga merupakan cikal bakal UII, lahirnya Sekolah Tinggi Islam/STI. 

Cita-cita Natshir mengintegrasikan PENDIS dengan Pendidikan Umum tercatat dengan baik ketika ia mulai menulis makalah berjudul ‘’Sekolah Tinggi Islam’’. Perannya sungguh besar dengan harapan,  ”Menjadi hamba Allah merupakan tujuan hidup manusia di atas dunia ini, oleh karena itu maka tujuan pendidikan pun tiada lain adalah pencapaian kualitas hambaNya. Untuk itu, Tauhid harus menjadi dasar pendidikan Islam dan menjadi hambaNYA adalah cita-cita yang harus dicapai dari sebuah proses pendidikan. Yang dinamakan didikan, ialah suatu pimpinan jasmani dan ruhani yang menuju kepada kesempurnaan dan lengkapnya sifat-sifat kemanusiaan dalam arti yang sesungguhnya. Mereka anak-anak Bangsa, harus mampu menceburkan diri dalam lapangan rakyat; mengerahkan mereka memasuki sekolah-sekolah yang ada, baik kepunyaan pemerintah atau tidak, asal dengan cita-cita akan bekerja di barisan rakyat, bukan di belakang loket kantoran mereka’’. Hal ini ditafsirkan dari pemikiran Natshir dan pendiriannya yang terdapat pada Q.S adz-Dzariat Ayat:56.

Hingga saat ini setelah STI didirikan dan menjadi UII, dilansir dari laman resmi UII, UII telah memiliki jumlah mahasiswa aktif lebih dari 23.000 mahasiswa dan telah memiliki lebih dari 107.551 alumni hingga tahun 2020 lalu. Natshir pun diabadikan bersama cita-citanya menjadi nama sebuah gedung untuk Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII yang visinya sejalan dengan harapannya didirikan. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan mempunyai visi yang sama dengan cita-cita Natshir yakni melalui sistem pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai keislaman dan bereputasi global.

Bung Besar Sederhana yang Piawai Menulis Dengan Tajam

Dalam buku Natshir yang ditulis oleh McTurnan Kahin, 70 Tahun Kenang-kenangan Kehidupan dan Perjuangan, arus balik yang disematkan oleh Indonesianis asal Amerika itu berkata bahwa, Natshir yang saat itu merupakan Menteri Penerangan Indonesia saat berbicara tentang dinamika negeri ini, Indonesia, pada masa itu ‘’Ia mengenakan kemeja bertambalan, sesuatu yang belum pernah saya lihat seumur hidup saya…’’ terang Kahin kepada Natshir dalam bukunya. Natshir memang hidup dengan lingkungan yang berat pada masa itu. Era awak saat Indonesia baru terbentuk, masa-masa sulit kemelit pasca kemerdekaan, aurus balik pemerintahan hingga era kegelapan demokrasi saat itu.  Natshir merupakan sosok yang toleran saat agresivitas kelompok misionaris agama mulai bergerak, doktrin pluralisme yang kacau, gembar gembor nasionalis sekularisme dalam pembangunan Ideologi Bangsa dan perbedaan pendapat sangat ampuh dalam memecah belah negara. Ia berdiri tegak pada pemikiran Negara berlandaskan nilai-nilai Keislaman. 

Meski saat itu Natshir sempat diasingkan dari suatu tempat yang membesarkannya karena sempat terlibat dengan manuver Belanda dalam mendorong Jawa Barat memisahkan diri dari Indonesia dan membuat Negara Pasundan atau persaingan gagasan antara Ideologi Islam dengan Nasionalis Komunis/Nasakom hingga terjadinya perang dingin selama kekuasaan berlangsung dengan Soekarno saat itu. Pergerakan Natshir yang tak terbaca Belanda, Ia menlontarkan gagasan untuk melawan konsep Negara Integral dengan ‘’Mosi Integral Natshir’’ pada 3 April 1950 mengisahkan sesuatu keberanian yang patut dikenang dan dapatdapat mengilhami generasi kini bahwa dengan kejelian membaca situasi dan kepiawaian melakukan lobi dapat melahirkan Konsep Negara Kesatuan.

Mosi Integral,  Capital Selecta, dan Tauladan 

Natshir merupakan salah satu Arsitek dari konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia unutuk meredam kejadian di tahun 1949 saat Belanda dengan Bijeenkomst voor Federaal Overlegnya membiakan dengan licik di Perjanjian Linggarjati bahwa Indonesia terdiri atas Republik Indonesia, Negara Borneo, dan Negara Indonesia Timur menjadi 16 negara bagian tepatnya  setelah Agresi Militer Belanda II terjadi.  Perlu diketahui bahwa Negara Borneo saat itu dipecah smenjadi lima bagian yakni menjadi Dayak Besar, Borneo Tenggara, Borneo Timur, Borneo Barat, dan Banjar. Republik Indonesia kemudian dibelah menjadi sembilan bagian yaitu Bengkulu, Beliton, Sumatra Timur, Pasundan, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, Riau, Jambi dan Tapanuli Selatan. 

Sebelumnya Natshir pernah terkesima dengan kaum Nasionalis yang dirundingkan Partai Nasional Indonesia besutan Soekarno. Namun dengan beberapa orasi dari founding fathers PNI yang beberapa tersirat dalam meremehkan Islam, mencela poligami, dan aturan-aturan keislaman. Ia juga pernah menolak tawaran untuk berkuliah di Rotterdam, Belanda. Ini menunjukan nasionalisme Natshir tak perlu diragukan. Ia lebih memilih mengambil perkuliahan di Bandung daripada mengambil beasiswa ke Belanda. Dari manuver yang dilakukan oleh Natshir saat mengenyam pendidikan, bukanlah Natshir begitu nasionalisme dalam pergerakannya.

Pemikiran Natshir  melalui ‘’Mosi Integral’’ mengantarkannya melahirkan kukuhnya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam upaya melakukan upaya serangan balik terhadap Republik Indonesia Serikat lewat inisiasi Van Mook dari Meja Bundar tahun 1949 dalam antisipasi pemikiran yang mampu merubah wajah negara Indonesia dari bentuk RIS menjadi bentuk NKRI. Pada sejarahnya, Belanda  mendorong dengan paksa agar Indonesia yang saat itu belum lama merdeka serta kedaulatannya belum diakui secara Internasional mendesak beberapa hal, seperti; pertama, Pembentukan Uni-Belanda-RIS yang dipimpin oleh Ratu Belanda secara simbolis; kedua, Soekarno dan Hatta akan menjabat presiden dan wakil presiden RIS untuk tahun 1949-1950; ketiga, Irian Jaya masih dikuasai oleh Belanda dan tidak dimasukkan ke dalam RIS sampai adanya perundingan selanjutnya; keempat, pemerintah Indonesia harus menanggung hutang negeri Hindia Belanda sebesar 4,3 milliar gulden atau saat ini setara 37 quadrilliun. Kondisi ini membuat rakyat bergejolak saat itu dengan pemerintahan sebagain hasil yang keluar dari KMB.  Dengan Mosi Intergaralnya Natshir lahirlah Yang pertama bentuk negara adalah kesatuan sesuai dengan pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi; Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan; yang kedua, selaras dengan UUD RIS pasal 1 ayat (1) menyebutkan;Negara Indonesia adalah Republik Indonesia Serikat (RIS); yang ketiga adalah berdasarkan UUDS 1950 pasal 1 ayat (1) yang berbunyi Negara Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan. Yang Kedua melahirkan status negara Indonesia menjadi negara kesatuan dengan negara federasi yang sebenarnya terjadi untuk menghentikan konfrontasi fisik antara bangsa Indonesia dari Belanda. Batas-batas ini disematkan Belanda karena Van Mook ingin Indonesia tetap menjadi negara boneka yang dapat diatur, diperintah, serta dikuasai.  Yang Ketiga yakni konsep negara federasi dalam hasil KMB semata-mata dengan delik melindungi Indonesia dari pemerintahan yang otoratorian. Yang Keempat tubuh Konstutuante Indonesia saat itu  tidak sejalan dengan konsep sentralisasi sehingga melahirkan gerakan reaksioner sparatis di Aceh, Irian Jaya, dan Riau. Yang Kelima Natshir tetap tegas pada argumennya dalam Mosi Integralnya dengan Negara Kesatuan.

Masa demi masa dan harapan demi harapan yang berlalu maka terwujud satu demi satu cita-cita Natshir atas kesatuan dan persatuan. Tidak hanya di tingkat nasional namun dalam dunia pendidikan. Buah dari pemikiran yang dapat mengilhami berjalannya negara dan pendidikan. Sedangkan pendidikan yang dicita-citakan Natshir melahirkan UII yang menjadi cikal bakal perguruan tinggi islam dan perguruan tinggi negeri di Indonesia serta marwah dari semangat yang membara dan tajamnya saat menulis membuat sosok Natshir merupakan sosok yang sangat relevan bagi mahasiswa maupun kaum muda untuk dijadikan tauladan. Sementara berbicara pendidikan saat ini, pendidikan tidak lebih dari mesin cetak menjadi tenaga kerja siap pakai di pasar dunia industri serta menjadi pelengkap agenda liberalisasi ekonomi. Pendidikan yang seharusnya sebagai institusi paling kritis menyuarakan aspirasi masyarakat berbalik menjadi agen penindas di dalam masyarakat itu sendiri. Penjajahan akademik, pembodohan keilmuan, dan pengingkaran terhadap tanggung jawab intelektual. Natshir dan kesederhanannya diharapkan dapat mengilhami serta membantu menjawab situasi saat ini, khususnya dunia pendidikan. 

Penulis: Zain N. Haiqal

Editor: M.Hajid Samudro / Achmad Fauzan M.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *