Seawall : Janji Perlindungan atau Ancaman Baru?

Ilustrasi Oleh Bisma Adhi Kurniawan

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan rencana pembangunan tanggul laut sepanjang sekitar 700 kilometer dari Banten hingga Jawa Timur dengan anggaran Rp 1.280 triliun. Proyek tersebut bertujuan melindungi kawasan pesisir dari kenaikan muka laut yang tercatat rata-rata 4,25 milimeter per tahun sejak 1992 hingga 2024, serta mengatasi penurunan tanah. Pemerintah juga menyiapkan pembentukan lembaga khusus guna mengelola proyek ini dan membuka ruang bagi masuknya investasi asing.

Proyek pembangunan tanggul laut ini merupakan perluasan dari rencana yang digagas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2014 untuk melindungi ibu kota dari ancaman kenaikan permukaan laut dan penurunan tanah yang memicu banjir di pesisir utara Jawa. Presiden Prabowo menyebut akan membentuk badan khusus untuk menangani proyek raksasa tersebut, yang membentang dari Banten hingga Jawa Timur dan diperkirakan membutuhkan waktu sekitar 20 tahun untuk diselesaikan. Menurut pejabat terkait, panjang tanggul diproyeksikan mencapai 700 kilometer atau sekitar 435 mil. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan siap mendukung proyek tersebut dengan menyediakan anggaran sekitar Rp 5 triliun setiap tahun. Dana itu akan diarahkan untuk pembangunan tanggul laut sepanjang 19 kilometer di kawasan pesisir utara Jakarta sebagai bagian dari rencana jangka panjang.

“Proyek infrastruktur paling penting, yang juga merupakan megaproyek, yang harus segera kita laksanakan adalah pembangunan tanggul raksasa di sepanjang pesisir utara Jawa,” ujar Prabowo dalam sebuah pidato di acara infrastruktur. “Air laut telah mengancam kehidupan masyarakat kita,” ujarnya sambil menyinggung beberapa kota di Jawa Tengah.

Tetapi proyek tersebut juga memiliki sisi yang kurang baik. Susan Herawati dari KIARA menilai proyek tersebut berpotensi merusak ekosistem pesisir, termasuk mangrove, rumput laut, dan terumbu karang, sekaligus mengancam akses serta mata pencaharian sekitar 189 ribu nelayan tradisional di pesisir utara Jawa. Ia mendorong pemerintah agar terlebih dahulu melakukan kajian akademis yang berintegritas dan berlandaskan prinsip kehati-hatian sebelum melanjutkan pembangunan.

 Bahkan hasil survei DFW Indonesia memperlihatkan 56,2 persen responden menolak pembangunan proyek tanggul laut karena khawatir terhadap kerusakan lingkungan dan berkurangnya ruang bagi nelayan. Sementara itu, 43,8 persen lainnya mendukung dengan alasan seawall dinilai mampu memberi perlindungan. Menariknya, 88,6 persen responden merasa tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, dan sebagian besar menyatakan lebih mendukung solusi berbasis alam dibandingkan proyek konstruksi berskala besar.

Ekonom dari IDEAS, Yusuf Wibisono, menilai pembangunan seawall merupakan solusi yang mahal dan tidak menyentuh akar persoalan, seperti eksploitasi air tanah dan kerusakan lingkungan pesisir. Ia menyarankan agar pemerintah fokus pada upaya rehabilitasi ekologi pesisir, misalnya dengan menanam kembali mangrove, sebagai langkah yang lebih berkelanjutan.

Proyek pembangunan tanggul laut di pantai utara Jawa digagas sebagai respons terhadap ancaman perubahan iklim dan penurunan muka tanah. Meski demikian, sejumlah pihak menilai agar proyek ini dapat berjalan efektif dan berkelanjutan, diperlukan kajian lingkungan yang komprehensif, pengembangan opsi teknis seperti pembangunan kanal, penerapan solusi berbasis alam, serta keterlibatan masyarakat pesisir dalam proses perencanaan.

Kesimpulan yang kita dapat di berita ini adalah Pemerintah berencana membangun tanggul laut sepanjang 700 kilometer dari Banten hingga Jawa Timur senilai Rp 1.280 triliun untuk melindungi pesisir utara Jawa dari kenaikan muka laut dan penurunan tanah. Proyek raksasa ini diproyeksikan rampung dalam 20 tahun dengan dukungan pendanaan pusat, daerah, serta investasi asing. Meski begitu, sejumlah pihak menilai proyek ini berisiko merusak ekosistem pesisir dan mengancam mata pencaharian nelayan, sementara survei menunjukkan mayoritas masyarakat lebih mendukung solusi berbasis alam. Para pakar pun mendorong agar pemerintah mengedepankan kajian lingkungan komprehensif dan rehabilitasi ekologi sebagai langkah yang lebih berkelanjutan.

Narasi Oleh Fikri Raffi Aqilah D.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *