Gaji Tak Sesuai Biaya Hidup! Ribuan Buruh Yogya Serukan ‘Kerja Layak untuk Hidup Bermartabat

Yogyakarta – Ribuan buruh dari 18 serikat pekerja, organisasi, dan komunitas sipil memadati kawasan Titik Nol Kilometer Yogyakarta pada Rabu (1/5/2025) dalam aksi damai memperingati Hari Buruh Internasional (May Day). Aksi ini diisi dengan orasi, teatrikal jalanan, serta tuntutan peningkatan perlindungan hukum bagi hak pekerja di Indonesia, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Hari Buruh Internasional yang diperingati setiap 1 Mei berawal dari perjuangan buruh di Amerika Serikat pada abad ke-19 untuk menuntut jam kerja delapan jam sehari. Puncak dari perjuangan tersebut terjadi dalam Tragedi Haymarket di Chicago pada tahun 1886, yang menyebabkan empat demonstran kehilangan nyawa. Sejak itu, 1 Mei menjadi simbol solidaritas pekerja global. Di Indonesia, Hari Buruh mulai diakui sebagai hari libur nasional sejak tahun 2013.

Tuntutan Kenaikan Upah dan Revisi UU Ketenagakerjaan
Mengusung tema “Kerja Layak untuk Kehidupan Bermartabat”, aksi kali ini menuntut revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan dan kenaikan upah minimum. Kirnadi, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY, menyatakan, “Yogyakarta memiliki biaya hidup tinggi, tetapi upah minimum termasuk terendah. Karena itu, buruh menuntut kenaikan upah 50%.”

Data Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi DIY mencatat lebih dari 120.000 pekerja formal dan informal di sektor industri, jasa, dan UMKM pada 2024. Akan tetapi, mayoritas dari mereka masih belum memperoleh perlindungan jaminan sosial yang layak.

Penolakan Relokasi dan Kritik terhadap UU Cipta Kerja
Aksi juga menyoroti rencana relokasi pedagang dan juru parkir di kawasan Abu Bakar Ali. Doni Ruliyanto, perwakilan pekerja, menjelaskan, “95 juru parkir, 248 pedagang, dan 14 pemandu becak menolak pindah ke Batikan karena lokasi baru tidak strategis bagi wisatawan.”

Selain itu, buruh menuntut evaluasi Undang-Undang Cipta Kerja yang dinilai mempermudah pemutusan hubungan kerja (PHK) dan melemahkan posisi pekerja. “Gerakan buruh lahir dari solidaritas. Jika negara mengancam pekerja, kami wajib bersatu,” tegas Kirnadi.

Aksi Damai dan Lima Tuntutan Inti
Aksi yang dikawal ketat aparat kepolisian ini berlangsung tertib. Peserta membubarkan diri pukul 14.00 WIB setelah membacakan lima tuntutan:

  1. Revisi sistem pengupahan,

  2. Penghapusan outsourcing,

  3. Penerapan cuti haid dan melahirkan yang layak,

  4. Pengawasan ketenagakerjaan lebih ketat di DIY,

  5. Perlindungan sosial bagi pekerja informal.

“Jika biaya hidup naik tetapi upah stagnan, bagaimana hidup bermartabat? Perjuangan ini bukan sekadar soal upah, melainkan keadilan sosial dan penghargaan atas hak asasi pekerja,” seru salah satu peserta aksi.

Peringatan May Day 2025 menjadi pengingat bahwa perjuangan hak pekerja masih panjang. Dalam perubahan dunia kerja yang terus berlangsung, peran buruh tetap penting untuk mendukung pembangunan yang adil dan berkelanjutan.

Narasi: Faris Ahmad Asyraf, Fikri Raffi Aqilah Darma, Muhammad Rafi Alamsyah

Reporter: Alya Citrarini, Farah Dhiya Hafizha, Faris Ahmad Asyraf, Muhammad Rafi Alamsyah

Foto: Muhammad Rafi Alamsyah

Editor: Alya Citrarini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *