Kabupaten Banyumas merupakan salah satu dari 13 Kota/Kabupaten di Asia Tenggara yang sukses dinobatkan menjadi tuan rumah Smart Green ASEAN Cities (SGAC) sebagai salah satu percontohan pengelolaan sampah. Banyumas telah berhasil mengelola sampah secara terintegrasi dari sumber hingga ke tempat akhir dan melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya.
Sistem pengelolaan sampah yang terintegrasi di Banyumas ini dimulai dari masyarakatnya yang sudah memilah sampahnya dari sumber. Sampah yang dikelola tiap harinya dalam sistem terintegrasi ini adalah berkisar 40 ton/hari.
Terdapat satu inovasi yang dapat menggerakkan pengelolaan, pemilahan, dan pengumpulan sampah secara masif, terutama jenis sampah rumah tangga yang memiliki presentase penyumbang sampah terbesar yaitu masyarakat dapat menjual sampah organik dan anorganiknya ke Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) melalui aplikasi Salinmas, sebuah aplikasi sampah online yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Banyumas. Sampah ini nantinya dijual seharga Rp400,00 per kilogram serta Rp6.000,00 masing-masing untuk sampah organik yang sudah digiling dan sampah plastik yang telah dicacah.
Adapun untuk sampah yang tidak dapat dikelola di sumber, maka akan dikelola dengan diambil KSM ke rumah-rumah secara door to door. Untuk pengangkutan sendiri, dilakukan dengan sistem pelayanan 3 hari sekali (RT), 1 hari sekali (rumah makan), dan 10 hari (untuk instansi). Jadwal penjemputan sampah sudah terjadwal oleh pihak TPST dengan para masyarakat dan dalam penjemputannya terdapat Tempat Penampungan Sementara (TPS) untuk melayani masyarakat yang rumahnya sulit untuk dilewati kendaraan pengangkut sampah. Dalam pengoperasiannya, tentu dalam pengelolaan sampah ini membutuhkan iuran, yang mana per rumah ditarik sebesar Rp30.000,00 per bulannya.
Sampah-sampah yang telah diangkut dan dibawa ke TPST kemudian akan dijadikan sesuatu yang mempunyai value lebih. Pada proses awal pengelolaan, sampah-sampah yang masuk ke TPST tersebut akan dilakukan pemisahan terlebih dahulu antara sampah organik, anorganik, dan residu.
Sampah organik nantinya akan digunakan untuk pakan maggot, bahan bakar jumputan padat untuk di PLTU, dan pembuatan kompos. Sedangkan sampah anorganik dicacah dan kemudian disetorkan ke RDF (Refused Derived Fuel) bahan bakar pabrik semen di Cilacap dan paving plastik yang produksinya berada di TPA BLE.
Sementara sampah residu dilakukan pemusnahan dengan pembakaran menggunakan mesin pirolisis. Pirolisis ini merupakan salah satu teknologi degradasi thermal suatu bahan dengan sedikit atau tanpa oksigen yang dilakukan pada temperatur tinggi. Pada TPST Kedungrandu, suhu maksimum pada mesin pirolisis ini adalah 800 derajat Celcius.
Ada hal unik dari pengelolaan sampah di Kabupaten Banyumas, yaitu adanya ”Landfill Mining”. Umumnya landfill (TPA) merupakan subsistem yang penting dalam pengelolaan sampah kota, dikarenakan landfill merupakan tempat berakhirnya sampah setelah beberapa proses panjang yang telah dilalui. Daya tampung landfill akan semakin terbatas sejalan dengan pertumbuhan jumlah timbulan sampah. Jika landfill penuh dan daya tampungnya terbatas, maka landfill harus ditutup. Pencemaran air, tanah, dan udara pasca penutupan landfill ada karena kebanyakan dari landfill menganut sistem open dumping, yaitu sampah hanya ditimbun di lahan terbuka tanpa adanya rekayasa teknis yang dapat mencegah pencemaran tersebut.
Masyarakat akan memerlukan lokasi landfill terbaru pasca penutupan landfill, menemukan lokasi landfill yang sesuai dengan kriteria teknis sangatlah sulit, maka dari itu salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan kembali landfill yang telah habis masa pakainya. Penggunaan kembali landfill dilakukan dengan mengekstraksi gas dan material landfill yang disebut dengan landfill mining.
Narasi: Aiko Sarasvati Prabowo
Editor: Andi Faradiva Hassya Asyanda