Menyisir Fenomena “Panggilan Malam” di Dunia Kampus, Pentingkah?

Pembuka: Kehidupan Kampus, Kampus Kehidupan

Sulit dipungkiri bahwa kehidupan di kampus tidak lepas dari kegiatan bersosial. Pandangan yang mendasarinya bermuasal dari filsuf asal swedia, Adam Smith, ia menganggap bahwa manusia adalah teman bagi sesamanya, bahwa manusia butuh orang lain dalam hidupnya atau disebut dengan Homo Homini Socius. Dalam konteks ini, sebagai mahasiswa kita dituntut aktif dalam kegiatan-kegiatan di luar bidang akademik. Antara semua pihak dalam kampus maupun di luar kampus untuk mencapai tujuan berupa pengalaman maupun untuk kepentingan tertentu. Dalam landscape perguruan tinggi, mahasiswa mengenal tiga kewajiban berupa pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian masyarakat.

Namun berbeda di lingkungan UII, mahasiswa mengenalnya dengan nilai tambahan yakni Islam Rahmatan Lil’Alamin atau sederhananya melakukan dakwah dan mengamalkan ajaran Islam. ‘’Fakultas Teknik’’ rumah bagi mahasiwa dengan berbagai macam stigma. Stigma baik maupun buruk lahir secara prematur dari dalam maupun luar fakultas. Kata-kata yang muncul ketika menyebutkan kata ‘’Teknik’’ sangat beragam didapatkan, dimulai dari teknik ialah keras, pintar, sulit, kompak, frontal dalam berekspreksi, mahal, gengsi, kurang tidur, gondrong, jarang mandi, dan sebagainya. Terlepas dari itu semua ada sebuah fenomena dengan yang entah dari mana asal muasal fenomena ini bermula. Fenomena yang bersemayang berangsung-angsur lamanya, Fenomena ‘’Panggilan Malam’’ yang lahir dari dalam kalangan mahasiswa teknik.

Fenomena Lahir, Melahirkan Fenomena Lainnya 

‘’Panggilan Malam’’ berupa Fenomena lahir, Melahirkan Fenomena Lainnya. Panggilan Malam secara garis besar dapat memercik berbagai macam perkara baik maupun buruk yang dilakukan biasanya pada malam hari setelah kegiatan perkuliahan telah usai yang di inisasikan oleh senior kepada juniornya. Maupun mahasiswa tingkat atas kepada para mahasiswa baru. Terdengar tak asing ditelinga bukan? Atau mungkin pernah mendapatkan panggilan dari salah satunya?. Sudah pernah maupun belum pernah mendapatkannya, cepat atau lambat mungkin saja tulisan ini akan cocok untukmu sebagai seorang mahasiswa aktif, tingkat akhir, dan calon mahasiswa Fakultas Teknik.

Fenomena ini hadir tidak jauh dari pembahasan sekelumit kehidupan kampus. Biasanya panggilan malam ini dilakukan untuk menanyakan segala hal yang menyangkut kejadian di kampus maupun di luar kampus. Terkadang tujuan utamanya menyampaikan hal sangat tidak penting. Dan membuang-buang waktu hingga berlarut-larut bahkan berhari-hari hingga melelahkan. Terkadang juga menghadirkan intrik berupa agitasi faktor psikologis mahasiswa yang hadir dalam lingkar fenomena ini.

Agitasi merupakan sebuah cara untuk menumbuhkan perasaan jengkel, gelisah atau cemas. Kondisi ini dapat dipicu oleh beberapa hal; berupa tindakan, kata-kata, dan tekanan tertentu. Faktor-faktor ini, acap kali diperankan oleh aktor mahasiswa yang melakoni pembawaan gaya tata bahasa sulit dimengerti. Seperti sang filsuf lahir kemarin sore. Alangkah lebih tepatnya, menggebu-gebu dalam menekan, jika salah penghakiman seperti latihan petugas keamanan harus dilakukan, tergantung kondisi kejiwaan yang bersangkutan. Mereka merasakan hal-hal yang jauh dari kata mendidik, terkadang terlalu melebar dan keluar dari subtansi pembahasan serta kerap melakukan hal-hal yang terbilang tak wajar seperti kekerasan fisik verbal maupun non verbal. Hal seperti ini yang membuat junior merasa tidak nyaman dan terpojok sampai mengalami tekanan mental. Jika tidak mau melakukan dan hadir maka akan dikucilkan serta ramai dibicarakan. Tidak jarang tidak bukan melalui proses dibentak dan sebagainya dengan delik untuk melatih mental. Superioritas ini telah menjadi momok besar yang hadir dalam dunia perkuliahan, diluar bidang akademik maupun terkait didalamnya. Tidak ada yang tahu. Bagaimana dari sudut pandang pendidikan? Sebagai seseorang yang baru menginjakkan kaki di dunia kampus tentunya peran orang yang lebih dahulu mengalami dunia kampus seperti senior maupun alumnilah sangat penting sebagai sebuah alat pengarahan, penasehat maupun sekedar sebagai teman sharing untuk memberikan pengalaman, gagasan, dan pandangan kepada juniornya mengenai banyak hal yang menyangkut kegiatan mahasiswa sehingga junior atau mahasiswa yang terbilang dini dapat memilih dan memilah langkah yang tepat untuk kedepannya.

Fenomena ini memang terlepas dari program akademik yang ada di kampus atau di luar kendali pihak akademisi ataupun birokrat namun hal ini seolah menjadi kegiatan rutin dari generasi ke generasi. Padahal panggilan malam ini bisa menjadi kegiatan yang positif dan mendidik tergantung bagaimana cara membawanya. Benar adanya, bahwa Panggilan Malam ini dapat memicu masalah-masalah baru secara individu maupun kelompok yang melahirkan seseorang yang tanpa sadar memikul budaya pragmatik, neo-feodal, egosentris, dan moralis omong kosong. Bukankah ganguan kesehatan mental merupakan pemantik utama kematian 8 juta orang pertahun (PubMed Central, 2016) dengan 800.000 kasus setiap tahunnya akibat menurunnya kejiwaan seseorang dengan adanya distorsi tertentu sebagai pendorongnya (WHO, 2020). Sedangkan gangguan kesehatan mental seseorang di Indonesia setidaknya mencapai angka akut yakni 30 juta orang di rentan usia 15 tahun sampai 25 tahun dalam artian tengah menghantui usia-usia produktif. 

Panggilan Malam pengaruhnya dapat ditafsirkan seperti sebuah film berjudul Gaslight tahun 1944, disutradarai oleh George Cukor’s. Menceritakan tentang Paula dan suaminya. Sang suami bertujuan untuk mengisolasinya dirumah dan membuat percaya bahwa Paula gila. Suaminya mendorong Paula untuk bersikeras dengan terus ia membayangkannya, bahwa dia gila. Dengan merusak kesadaran diri dan keseharian Paula selama ia hidup dan harus menerima kenyataan yang dipaksakan, untuk membingungkan dan mendistrosi realitsanya. Saat ini Gaslighting sering kita temukan dan jumpai di sosial media bertebaran seperti daun-daun berjatuhan dari pohonnya, bagimana manipulasi psikologis mendominasi sejak era politik ‘’pasca-kebenaran’’ sampai saat ini. Penting untuk memahami gaslighting secara sosilogis, secara streotype sangat dekat dengan fenomena Panggilan Malam yang berlangsung, dimana dalam konteks kultural, struktural, dan institusionalnya.

Ketidaksetaraan antar pihak dalam Panggilan Malam yang sangat memungkinkan untuk gaslighting; dapat merampas seseorang dari kekuatan sosial yang akan mebendakan antara realitas dengan cara ini (Anderson 2010; Richie 1996; Stark 2007). Willam Stern seorang Psikolog asal Jerman mengatakan dengan tegas bahwa fenomena ini merupakan konsekuensi dimana hubungan dibangun secara tidak setara, yang menciptakan lingkungan ‘’kepastian’’ tertentu.

Penutup: Sikap yang dapat di Lakukan

Malam hari yang seharusnya dipakai untuk istirahat namun saat Panggilan Malam disematkan setelah aktivitas akademik yang padat, dimana kondisi tubuh seperti dikatakan oleh Hope Bastine, saat tubuh kekurangan jam tidur, seperti badai yang berputar dalam kepala mereka, dan mereka tiba-tiba mengingat semua hal yang seharusnya tidak mereka lakukan. Perasaan cemas dan kondisi terbangun di jam seseorang seharusnya tidur juga dapat memicu orang tersebut mengalami anxious wakefulness (membangun rasa cemas) dan gangguan kesehatan. Kemudian berikut ini adapun saran dari penulis terkait pengambilan sikap dari fenomena ini, fenomena yang sudah seharusnya tidak relevan bagi mahasiwa saat ini:

1. Ingat kembali tujuan awal dan prioritas saat berkuliah. Buatlah mindmap dan roadmap selama menempuh pendidikan di bangku perkuliahan. Jika tidak sesuai dengan kebutuhan yang sudah dirancang, maka tidak perlu ikut dan dilakukan.

2. Beraktivitas dan berproses dalam dunia non akademik boleh-boleh saja asal tau waktu.

3. Perkuliahan merupakan ruang aman dan bebas untuk berekspreksi tanpa menyakiti dan merugikan satu sama lain dari segi tenaga, waktu, dan prosesnya.

4. Ancaman gangguan kesehatan raga, khususnya kesehatan mental yang menghantui maka diperlukan eleminasi dari tensi tinggi dan hal-hal yang tidak diperlukan.

5. Membuat wadah non-akademik yang menarik, yang berorentasi pada ide dan proses kreatif sehingga mewujudkan potensi-potensi yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.

Salam.

Narasi: Achmad Fauzan M

Editor: Muh.Hajid Samudro

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *