Hari tenang menjelang PEMILU 2024 pada Senin (12/2/24), sejumlah kelompok masyarakat dan mahasiswa yang tergabung dalam Jaringan Gugatan Demokrasi berbondong-bondong kembali memenuhi area bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam upaya menuntut penyelamatan demokrasi pada gelaran Aksi demonstrasi Gejayan Kembali Memanggil.
Gejayan Kembali Memanggil menjadi gelaran aksi yang ditujukan untuk mengkritik kinerja Presiden Joko Widodo dan tindakan sewenang-wenangnya yang dilakukan hingga pada masa akhir periodenya saat ini. Aksi ini telah melibatkan tidak hanya para mahasiswa, melainkan masyarakat sipil juga turut ambil bagian pada aksi ini. Aksi Gejayan Memanggil ini merupakan aksi unjuk rasa kedua yang serupa seperti aksi pada tahun 2019 lalu pada akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Setelah masa aksi berkumpul di Bundaran UGM, unjuk rasa diawali dengan aksi memecahkan tujuh kendi sebagai simbol tujuh dosa Presiden Joko Widodo. Selanjutnya massa berjalan menuju Simpang Tiga Gejayan sembari membentangkan poster dan spanduk, sekaligus diiringi orasi dan suara-suara yang diucapkan atas keresahan pada dua periode kepemimpinan Joko Widodo selaku Kepala Negara.
Keresahan utama yang digaungkan oleh masyarakat adalah dijatuhkannya marwah hukum oleh para elit politik oligarki yang sama sekali tidak menguntungkan rakyat. Jokowi yang pada awalnya digadang-gadang sebagai a new hope bagi bangsa ini kini dianggap menunjukkan wajah aslinya sebagai a new disaster melalui manuver politiknya yang secara terbuka menginjak-injak demokrasi serta dengan bangganya mempertontonkan penindasan hukum dan konstitusi di bangsa ini.
Demi terciptanya dinasti politik yang diidam-idamkan rezim ini, mereka rela menggunakan sebuah politik yang bernamakan politik adu domba, sistem seperti ini dipergunakan untuk mengadu domba suatu elemen dengan elemen yang sama. Mahasiswa serta masyarakat sipil yang turun aksi dibenturkan dengan sesama mahasiswa dan masyarakat sipil, dan juga membenturkan civitas akademisi dengan civitas akademisi juga. Perampasan kebebasan bersuara juga tak luput dari perhatian rezim ini, ancaman demi ancaman diluncurkan pada mereka yang berani menyuarakan dan memberitakan tentang betapa cacatnya rezim ini. Orasi diakhiri dengan teatrikal yang merepresentasikan ketidakpuasan dan pemberontakan atas sistem demokrasi yang diciptakan oleh rezim Joko Widodo.
“Jagad ini adalah suatu inisiasi untuk merespon situasi demokrasi hari ini yang ternyata selama dua periode kita ditipu habis dengan gimmick-gimmick pencitraan kerakyatan, kedaulatan, hijack narasi dari berbagai isu.” tutur Sana Ulaili selaku Humas Sejagad Jaringan Penggugat Demokrasi.
Perwakilan dari BEM KM UMY, Siti Mauliyani menimpali “Perlu disadari bahwasanya gerakan hari ini berangkat dari keresahan serta kemarahan kami terhadap berbagai macam bentuk pelanggaran serta penjatuhan marwah hukum hari ini.
Unjuk rasa ini ditutup aksi teatrikal “Pemacungan” pada sosok bertopeng Jokowi sebagai simbol untuk mengadili rezim Jokowi dan dilanjutkan dengan membacakannya pengajuan 11 tuntutan kepada rezim Jokowi yang diantaranya yaitu revisi UU Pemilu dan Partai Pemilu oleh Badan Independen, adili Jokowi dan kroni-kroninya, menuntut permintaan maaf intelektual dan budayawan yang mendukung politik dinasti, stop politisasi bansos, mencabut UU Cipta Kerja dan Minerba, hentikan Operasi Militer dan tuntaskan pelanggaran HAM, hentikan perampasan tanah, hentikan kriminalisasi aktivis lingkungan, jalankan pengadilan HAM, pendidikan gratis, dan sahkan UU PPRT.
Selepas unjuk rasa berakhir, massa aksi membubarkan diri secara tertib pada pukul 18.00 WIB dan arus lalu lintas kembali dibuka secara normal.
Reporter: Alya Citrarini, Faris Ahnad Asyraf