Semua bemula pada November 1988, ketika ketidakpuasan terhadap sistem politik di Inggris menjadi rujukan utama pada pristiwa bersejarah berupa Piagam Hak 1689. Reformasi demokratis menjadi landasan tuntutan dalam gerakan masal ini. Era baru reformasi demokrasi di Inggris diperlukan sebagaimana menjadi sebuah respon transformasi, disintegrasi tatanan konstitusional lama dan bangkitnya kekuatan korporasi. Harapan Labour Lib Dem Alliance/Partai Buruh Liberasi Demokrasi berakhir na’as kendati di tangan koordinator pertamanya. Perjalanan panjang sepak terjang sejak tahun 1988 hingga 1995, ketika semua kampanye berpengaruh untuk mendorong perubahan konstitusi untuk Undangundang Hak Asasi Manusia, Parlemen Wales dan Skotlandia, kebebasan informasi, pemungutan suara yang adil, pergantian tiran yang berkuasa turun menurun yang kemudian digabungkan menjadi seruan revolusi konstitusi tertulis secara demokratis.
Dalam catatan sejarah Inggris, piagam ini berjalan secara besar-besaran dengan demokratis yang pernah ada dan dilakukan. Persoalan sangat penting bagi para reformis demokrasi lokal asal Inggris. Pada tahun 1988, demokrasi nasional di Inggris adalah sesuatu yang bisa diwujudkan dengan tuntutan reformasi nasional yang berasal dari Westminster. Sekarang, prosedur itu mengancam untuk membungkam demokrasi nasional. Sebelum SNP/Scottish National Party memperoleh mayoritas suara mutlaknya di parlemen Edinburgh tahun ini, politik Skotlandia masih hampir sepenuhnya berada di bawah kendali Westminster. Saat ini, semakin jelas bahwa dengan tidak lagi mengendalikan Skotlandia, mereka juga kehilangan kendali atas Inggris (sekarang diwakili oleh kenaikan suara UKIP/United Kingdom Independence Party). Berjalannya reformasi demokratis selalu merekrut arus patriotisme ke pihaknya – ketika berorientasi kepada sipil dan pluralistik, maka akan semakin baik. Jika memang saatnya untuk pembaharuan patriotisme Inggris yang dikoordinasikan oleh Whitehall telah berlalu, maka juga daya tarik demokrasi Inggris akan segera berakhir.
Kemunduran secara paralel dapat diamati dalam peran lembaga yudikatif di Inggris saat ini setelah Hak Asasi Manusia telah mengalami disintegrasi ke dalam hukum. Seperti yang diuraikan oleh John Jackson ketika berada di OK, ‘’Supremasi parlemen tidak lagi koheren. Hal ini dapat dilihat dalam Pendirian Komisi mengenai Undang-Undang Hak Asasi Manusia yang baru dibentuk. Pengantar Kertas Diskusi peluncurannya mencakup deskripsi konstitusi yang sangat tidak masuk akal dan tidak masuk akal. Sejak Partai Buruh mengenalkan Undang-Undang Hak Asasi Manusia, upaya telah dilakukan untuk mengubahnya menjadi pengganti aspirasional yang tidak tepat untuk nilai-nilai yang mengangkat konstitusi yang sebenarnya. Pada saat yang sama, Undang-Undang tersebut membawa implikasi yang tidak demokratis terhadap Uni Eropa dengan cara yang sangat beracun. Inti dari tatanan konstitusi yang berfungsi adalah hubungan yang baik antara yudikatif, eksekutif, dan legislatif, yang saling terbuka dan dipahami sehingga penyelesaian perbedaan dianggap sah.’’ Atau kita ambil contoh tentang dampak pada rezim lama dari implementasi sebagian dari agenda Charter 88: Tentang Kebebasan Informasi. Hal ini didukung dengan brilian oleh Kampanye Kebebasan Informasi yang memastikan bahwa perlawanan berhasil diatasi dan Kebebasan Informasi diundangkan, meskipun dalam bentuk yang lebih lemah daripada yang diinginkan oleh Kampanye tersebut. Bahkan begitu, dalam tangan Heather Brooke, hal ini mengguncang Parlemen Inggris jauh lebih efektif daripada belasan kelompok dan kampanye kiri. Setelah terjadinya skandal biaya, bagaimana masyarakat bisa mempercayai anggota parlemen dengan konstitusi? Klaim moral yang begitu penting ketika mereka berpendapat terhadap kedaulatan mutlak telah hancur (dan, memang, mereka tidak lagi dipercayai bahkan untuk mengurus urusan keuangan mereka sendiri).
Deklarasi ini menggambarkan terntang kondisi kini-fasisme, kolonialisme, pengangguran massal, dan tatanan sosial yang jauh dari kata adil di Inggris. Landasan tatanan sosial yang adil didorong berdasarkan pemahaman dan logika kontemporer. Saat itu Inggris dapat dikatakan cukup beruntuk pada tahun 1945 dibandingkan tahun 1991, dimana isu-isu yang lahir merupakan masalah yang lebih luas, sangat luas. Masalahnya ialah Masalah Kemiskinan, Penyakit, Ketidaktahuan, Kemelaratan, dan Kemalasan. Piagam 88 mengambarkan pewarisan kekuasaan eksekutif yang sewenang-wenang, dimana hak prerogatif bukanlah monarki. Penidasan berkelanjuta pada masyarakat sipil ditandai dengan perwakilan pemerintah serta kekuasaannya yang memanipulasi sistem pemilihan demi keuntungannya sendiri. Namun kita perlu bertanya mengapa hanya persoalan-persoalan ini saja yang mendapatkan atensi konstitusional dan dapat mengesampingkan persoalan persoalan lainnya.
Diagnosa pada Piagam 88 merupakan diagnosa keadaan yang didefinisikan sebagai ‘Thatcherisme’ serta penyalahgunaan kekuasaan yang nyata dan tidak patut dicontoh. Persoalan-persoalan yang bisa diselesaikan oleh usulan Piagam 88 adalah penyalahgunaan hak individu warga negara oleh pemerintah, perundungan lembaga-lembaga perantara (misalnya, pemerintah daerah) oleh pemerintahan pusat, dan penyalahgunaan sistem pemilu oleh satu partai yang tentunya mempunyai kepentingan tersendiri. Mengisi mayoritas di parlemen tetapi minoritas dalam suara rakyat. Tentu saja, hal-hal ini merupakan masalah besar. Namun permasalahan-permasalahan di Inggris saat itu ditemukan solusinya melalui sistem ketatanegaraan yang ada saat ini. Jatuhnya Perdana Menteri Thatcher, di tengah antisipasi kekalahan dalam pemilu, dan prospek terjadinya keseimbangan politik yang berbeda setelah pemilu berikutnya, tampaknya mengurangi urgensi tindakan konstitusional sebagai respons penting terhadap episode otoriter. Berkurangnya tekanan otoriter juga memungkinkan masyarakat Inggris agar dapat melihat lebih jelas berbagai isu dan aspirasi yang baru-baru ini tidak dimasukkan dalam agenda politik di Inggris.
Selain itu, organ yang dibentuk atas inisiatif kaum muda Inggris ini digerakan ole sekolompok kecil intelektual dan selebritas pada perayaan Glorious Revolution (1688) yang menjadi pendorong lahirnya konstitusi Inggris pada awalnya. Charter 88 didukung oleh 300 orang dan diwartakan secara Independent, Guardian, dan New Statesman And Society. Pada Januari 1989, 500 tanda tangan berhasil dikumpulkan dan pada akhir 1989 jumlah keanggotan Charter 88 meledak hingga sekitar 29.000 orang. Charter 88 menuntut pada perubahan 12 area khusus dan yang paling penting, yaitu jaminan atas hak-hak, akuntabilitas pemerintah, kebebasan informasi, reformasi sistem pemilihan umum, devolusi kekuasaan negara terpusat, dan kemerdekaan pemerintah daerah. Paska perang kritik nondoktriner menentang konservatisme opini publik di Inggris. Dominasi oleh dua partai utama, yang menekan kaum minoritas metropolitan dan kaum sosialis kaya. Fakta bahwa masa ini kini, banyak sekali gerakan yang meniru gerakan Charter 88.
Narasi: Zain N. Haiqal