(SOLIDpress.co, Kampus Terpadu) Di hari kedua Pesona Taaruf (Pesta) Universitas Islam Indonesia (UII) 2016, materi manajemen aksi yang dilanjutkan oleh simulasi aksi diberikan kepada mahasiswa baru (maba). Menurut Radian Okier, Ketua Steering Committee (SC) Pesta 2016, tujuan dari manajemen aksi adalah untuk mengajarkan kepada maba bagaimana caranya aksi dengan baik dan benar.
Karena tujuan itulah, Yoga Novriando selaku Koordinator SC Komisi A menilai manajemen aksi penting diagendakan dalam Pesta 2016. “Ketika mereka nggak tau bagaimana melakukan aksi yang benar dan baik, ketika mereka keluar (aksi -red), mereka nggak ngerti aksi, yang malu kan dia dan universitas kita,” jelasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Aldhi Setyawan, Ketua Dewan Permusyawaratan Mahasiswa (DPM) periode 2015-2016. Menurutnya, maba harus paham apa itu manajemen aksi. “Itu nanti implikasinya pada aksinya, karena nanti mereka paham teorinya, kemudian aksi itu adalah prakteknya,” jelasnya saat ditemui kru SOLID di kantor Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) UII pasca mengisi materi manajemen aksi. “Ketika mereka buta akan aksi akan seperti apa mereka?” imbuh Aldhi.
Namun Wakil Rektor III bidang Kemahasiswaan, Abdul Jamil berpendapat, simulasi aksi saat Pesta tidaklah perlu. “Karena itu bukan tujuan utama. Tujuan utama itu bagaimana memberikan karakter kemahasiswaan muncul,” ujarnya.
Abdul Jamil mencontohkan dirinya sendiri yang tidak pernah dilatih melakukan aksi saat acara ospek namun pada akhirnya justru selalu ikut aksi. Berdasarkan pengalaman pribadinya, Abdul Jamil menilai yang penting adalah penanaman karakter kemahasiswaan pada maba itu sendiri. “Bagaimana karakter itu dibangun di situ gitu lho. Ini (simulasi demo -red) kan visual aja, besok lupa.”
Menanggapi hal itu, Yoga menekankan saat Pesta maba memang hanya sebatas dikenalkan dengan simulasi aksi. “Kedepannya mungkin mereka bisa belajar entah di lembaga atau nanti mereka di fakultas atau jurusan masing-masing,” ujar mahasiswa Ilmu Ekonomi angkatan 2013 ini.
Untuk menumbuhkan karakter mahasiswa itulah, Abdul Jamil menyampaikan pentingnya pelatihan-pelatihan kepemimpinan. “Nanti dia berkarakter dengan sendirinya.”
Meski mengaku mendukung mahasiswa untuk aksi, Abdul Jamil tetap berpegang pada prinsip bahwa aksi adalah nomor dua. “Kalau sudah salurannya mampet, demo, silakan. Sepanjang kita masih bisa diajak dialog, mari dialog,” ujar pria kelahiran Gresik ini.
Aldhi mengamini pernyataan Abdul Jamil. Ia sepakat bahwa musyawarah dan dialog harus tetap diutamakan. “Ketika itu tidak selesai maka aksi adalah jalan keluarnya,” kata mahasiswa Hukum ini.
Adapun materi manajemen aksi yang diberikan bertemakan “Jual-Beli Pendidikan, Pantaskah?” namun isu-isu yang berkaitan dengan UII pun turut disisipkan. Meski begitu, Radian mengakui tidak ada waktu khusus untuk memberikan materi soal isu- isu internal UII. “Secara umum aja misalnya dana mahal kemana aja gitu lho,” katanya.
BACA JUGA: Anies Baswedan: Anda Harus Jadi Aktivis!
Menyambung soal pemberian isu saat manajemen aksi, Aldhi menyampaikan perlunya isu internal dan eksternal UII diberikan. “Karena memang mereka (maba -red) harus mengetahui persoalan-persoalan di lingkungannya.”
Muhammad Miqdad Alawil, salah satu maba Fakultas Psikologi dan Sosial Budaya mengakui adanya manfaat dari materi manajemen aksi. “Tadi itu pengalaman sangat penting buat saya pribadi untuk ngerti apa itu massa aksi,” kata maba asal Temanggung ini.
Adapun manajemen aksi dibagi menjadi 20 titik dengan 20 pemateri dari mahasiswa yang sudah berpengalaman soal aksi. Saat simulasi aksi, maba bergerak ke depan fakultas kedokteran UII untuk menyuarakan aspirasinya pada tim kerja Pesta 2016.
Di pidato penutupan Pesta 2016, Abdul Jamil menyampaikan harapannya pada maba UII. “Tadi teman-teman mahasiswa sudah dapat materi soal demo, diharapkan mahasiswa dapat mempraktekkan ketika ada krisis sosial,” pungkasnya.